Look, Listen, and Feel

Archive for January, 2012|Monthly archive page

PERKADERAN : KEHARUSAN ATAU KEBUTUHAN?

In Uncategorized on January 21, 2012 at 2:54 am

PERKADERAN : KEHARUSAN ATAU KEBUTUHAN?

Oleh : Noviari Liara J / HMI Komisariat FK USU
“salah satu syarat mengikuti SC HMI Cabang Medan”

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai salah satu bentuk organisasi dalam arti dinamis bukan statis. Organisasi dalam arti statis dipandang sebagai wadah atau tempat kegiatan administrasi dan manajemen berlangsung dengan gambaran yang jelas tentang jalur hirarkhi dari kedudukan, jabatan, wewenang, garis komando dan tanggung jawab. Sementara memandang organisasi sebagai organisme yang dinamis berarti memandang organisasi tidak hanya dari segi bentuk dan wujudnya, tetapi itu dari segi isinya. Isi dari organisasi ialah sekelompok orang-orang yang melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan kata lain organisasi dalam arti dinamis berarati menyoroti aktivitas atau kegiatan yang ada di dalam organisasi, serta segala aspek yang berhubungan dengan usaha pencapaian tujuan yang hendak dicapai. Hal ini dapat dilihat dari rumusan tujuan HMI yaitu  “terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT” sehingga pada hakekatnya HMI bukanlah organisasi massa dalam pengertian fisik dan kuantitatif, sebaliknya HMI secara kualitatif merupakan lembaga pengabdian dan pengembangan ide, bakat, dan potensi yang mendidik, memimpin, dan membimbing anggota-anggotanya untuk mencapai tujuan dengan cara-cara perjuangan yang benar dan efektif.

HMI sebagai organisasi kader juga diharapkan mampu menjadi alat perjuangan untuk mencapai rumusan tujuan yang ada. Kader adalah sekelompok orang yang terorganisir secara terus menerus dan akan menjadi tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar.  Proses perkaderan di HMI sudah tersistematis di konstitusi berupa pedoman perkaderan.
Proses perkaderan HMI diarahkan pada proses rekayasa pembentukan kader yang memiliki karakter, nilai, dan kemampuan yang berusaha melakukan transformasi watak dan kepribadian seorang muslim yang utuh (kaffah), sikap dan wawasan intelektual yang melahirkan kritisisme, serta orientasi pada kemampuan profesionalisme. Oleh karena itu, untuk memberikan nilai tambah yang optimal pada perkaderan HMI, maka proses rekrutmen calon kader, kualitas pengurus, dan iklim dan suasana yang dibangun merupakan  hal penting untuk diperhatikan.

Kualitas input calon kader merupakan hal penting yang nantinya akan menentukan kualitas kader yang akan dibentuk. Oleh sebab itu, upaya rekrutmen kader merupakan upaya aktif dan terencana sebagai usaha untuk mendapatkan input calon kader yang berkualitas. Sebagai organisasi mahasiswa maka sumber  kader berasal dari perguruan tinggi atau institut lainnya yang yang sederajat seperti yang disyaratkan dalam AD/ART HMI. Kualitas calon kader yang diprioritaskan ditentukan oleh kriteria-kriteria tertentu dengan memperhatikan integritas pribadi, potensi dasar akademik, potensi berprestasi, potensi dasar kepemimpinan, serta bersedia melakukan peningkatan kualitas individu secara terus menerus. Metode dan pendekatan yang ditempuh adalah tingkat pra perguruan tinggi dan tingkat perguruan tinggi agar calon kader mengenal dan tertarik menjadi kader HMI.

Perkaderan adalah usaha organisasi yang dilaksanakan secara sadar dan sistematis selaras dengan pedoman perkaderan HMI, sehingga memungkinkan anggota HMI mengaktualisasikan potensi dirinya menjadi seorang kader muslim intelektual, profesional yang memiliki kualitas insan cita. Pembentukan kader dilakukan secara terintegrasi dan sistematis melalui latihan kader dan pengembangan seperti upgrading dan pelatihan. Jenis pelatihan HMI adalah training formal berjenjang yang diikuti anggota, dan setiap jenjang merupakan prasyarat untuk jenjang selanjutnya berupa Latihan Kader I (Basic Training), Latihan Kader II (Intermediate Training), dan Latihan Kader III (Advance Training) dengan tujuan dan target berbeda sesuai dengan jenjang training. Selain itu, training nonformal merupakan jenis training HMI lainnya yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan profesionalisme kepemimpinan serta keorganisasian anggota. Manajemen training berupa penerapan kurikulum yang merupakan penggambaran tentang metode training. Kurikulum dibentuk untuk tiap jenjang training formal pada latihan kader yang disesuaikan dengan tujuan dan target latihan kader.

Perkaderan di HMI tidak hanya merupakan training atau pelatihan formal saja, tetapi juga melalui follow up training dalam rangka peningkatan kualitas keterampilan berorganisasi. Follow up training tersebut diantaranya adalah Up Grading dan aktivitas yang berfungsi sebagai pengembangan sehingga kualitas diri anggota akan meningkat secara maksimal sehingga mampu menjalankan organisasi lebih baik lagi.

Proses perekrutan sampai perkaderan sampai saat ini masih berjalan dalam hirarki organisasi ini. Dengan peran perjuangan yang berbeda di tiap tingkatannya, komisariat dan cabang menjadi tombak dalam proses perkaderan HMI. Berbagai upaya dilakukan oleh komisariat dalam menarik minat mahasiswa untuk mengikuti proses perkaderan untuk selanjutnya mengikuti proses training di cabang. Hal ini masih dijiwai semangat bahwa sistem perkaderan ini mampu mambawa dampak yang baik dalam merubah pola pikir mahasiswa dan “memanusiakan manusia”. Namun nilai ini mulai tergeser dengan timbulnya berbagai nilai baru di masyarakat seperti hedonisme. Berbagai tantangan eksternal dengan berbagai sistem training lain yang mulai menjamur saat ini serta makin mundurnya citra organisasi juga menimbulkan kemunduran semangat ber-HMI sehingga berpengaruh terhadap upaya perkaderan.

Sebagai salah satu organisasi dengan sistem perkaderan tertua dan sudah tersistematis, perkaderan  HMI selayaknya menjadi role model dalam pembentukan sistem perkaderan baru. Namun, hal tersebut semakin terkikis oleh berbagai perubahan jaman. Metode training yang tersistematis dengan target dan tujuan yang berbeda di tiap jenjang berangsur-angsur mulai tidak sesuai dengan kondisi kekinian. Dengan adanya berbagai jenis training lain yang lebih berfokus pada pelatihan motivasi dan suasana yang lebih kondusif memunculkan berbagai stigma negatif terhadap kondisi training organisasi ini. Tidak dapat dipungkiri kondusifitas dalam pelaksanaan training merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap produktifitas calon kader. Namun, dalam pelaksanaan training yang telah berlangsung selama ini malah menimbulkan citra baru “bukan militansi yang didapat, lebih mirip ospek kedua”.  Dinamika diluar forum yang memang secara substansi penting terkadang dipandang miring oleh berbagai pihak.

Kondisi yang mengharuskan calon kader menginap selama 4 hari juga memunculkan masalah baru terkait dengan kondisi akademis calon kader. Perubahan sistem pendidikan di beberapa fakultas menjadi KBK berpengaruh terhadap proses perekrutan calon kader untuk mengikuti sistem perkaderan. Kondisi yang mengharuskan pelaksanaan tes pada malam hari dan munculnya berbagai rumor tentang dinamika selama aktivitas training menjadi salah satu hal yang secara eksternal disoroti kurang baik. Konflik internal yang berlarut-larut tentang jumlah hari training pun berpengaruh terhadap semangat mengikuti training. Konflik ini memunculkan anggapan dan timbul nya rasa kurang puas terhadap output kader dari alumi maupun anggota biasa berupa wacana bahwa perubahan sistem malah menimbulkan penurunan kualitas kader.

Pola aktivitas pasca training yang berbeda tergantung kondisi komisariat juga menimbulkan kesulitan dalam aktualisasi kader baru. Perubahan pola pikir dengan mahasiswa lain tanpa disertai pemahaman tentang cara penyampaian yang baik menimbulkan kesulitan kader dalam melanjutkan hubungan sosial dengan lingkungannya dan menjadi kelompok minoritas. Tanpa internalisasi yang baik tentang keyakinan ber-HMI, kondisi ini dapat menimbulkan penurunan semangat untuk mengikuti proses perkaderan melalui training. Selain itu, proses penyampaian materi tanpa kesimpulan yang jelas disertai dengan penurunan kondisi fisik maupun mental selama proses training dapat menimbulkan mispersepsi sehingga malah menyebabkan kesalahan paradigma tentang materi yang disampaikan. Hal ini menimbulkan penurunan kualitas kader yang dihasilkan sehingga dapat timbul anggapan “hanya capek yang didapat”.

Proses internalisasi tentang pemahaman keislaman yang makin tergeser menimbulkan persepsi bahwa “anak HMI lebih tidak islami dibandingkan dengan mahasiswa biasa” sangat berpengaruh dalam menarik minat mahasiswa. Kondisi ini hendaknya segera diluruskan sehingga organisasi ini masih mampu mempertahankan namanya sebagai “Himpunan Mahasiswa Islam”.

Lokakarya perkaderan dapat dijadikan salah satu solusi dalam merubah beberapa kondisi training sehingga lebih kondusif. Proses penyesuaian dengan berbagai tantangan eksternal hendaknya dijadikan salah satu acuan dalam perubahan sehingga sistem perkaderan HMI akan kembali menjadi acuan sistem training di luar organisasi ini. Proses mengevaluasi diri secara obejektif dan keberanian untuk mendobrak tradisi adalah hal yang selayak nya perlu segera dilakukan organisasi ini. Namun, hal ini tidak hanya terhenti dalam proses evaluasi tentang sistem perkaderan. Output kader yang mempengaruhi citra organisasi dan menimbulkan penurunan semangat berorganisasi pun perlu menjadi perhatian. Perlunya segala pihak untuk berkaca pada kesalahan yang menimbulkan image yang kurang baik bagi organisasi ini sehingga menimbulkan kendala dalam proses menarik minat mahasiswa mengikuti training. Fokus dalam perubahan sistem perkaderan ini tidak akan berjalan maksimal tanpa adanya proses perubahan secara keseluruhan dari organisasi ini. Sehingga dalam umur 65 tahun, organisasi ini bukan menjadi organisasi lanjut usia yang kuno dan tidak menarik lagi. Namun menjadi organisasi yang tetap mampu melahirkan kader-kader yang mampu mencapai tujuan organisasi, menjadikan perkaderan sebagai kebutuhan bukan sekedar melaksanakan tanggung jawab dan bukan malah merubah namanya menjadi “Himpunan Mahasiswa Indonesia”.

Yes, I am Failed with smile :)

In Jupiter on January 6, 2012 at 9:58 pm

Tulisan 1

Gagal- Cara Tuhan Menyayangi Saya

Saya bukan ingin gagal

Tapi itu yang saya rasakan

Tapi itu yang selalu mereka pikir dan menyalahkan kehidupan

Saya ingin berhasil, pasti itu yang semua orang pikirkan

Tapi lewat kegagaln saya tau rasanya berhasil

Lewat kegagalan saya tau rasanya bersyukur

Lewat kegagalan saya tau rasa nya bersedih

Lewat kegagalan saya belajar empati

Lewat kegagalan saya tau bagaimana menanggapi kemenangan saat berhasil

Saya tau artinya kesempatan

Saya tau artinya bangkit dari kegagalan

Dan entah mengapa saya tetap bisa bersyukur,

Padahal saya gagal?

Ya, karena ternyata karena kegagalan saya tau tentang orang-orang yang lebih gagal dari saya

Jadi saya memang pantas sedih atas kegagalan

Menangis karena gagal seperti sewajar-wajarnya bernapas

saya gagal dan saya tetap hidup,

saya gagal dan saya masih bisa tersenyum,

saya gagal dan saya menangis

menangis karena kehilangan kesempatan

menangis karena terharu

menangis karena Tuhan begitu menyayangi saya agar saya bisa terus belajar

Belajar memaknai hidup

Dan belajar menjadi lebih baik

Walaupun melalui kegagalan

Ya, Bukan Kegagalan, Hanya Belum Berhasil

Tulisan 2:

Jadi apa yang salah??

Apa yang salah dengan kegagalan saya?

Saya bukan tidak pintar

Saya bukan tidak berusaha

Saya bukan tidak belajar

Saya bukan tidak berkorban

Saya bukan tidak pantas

Saya bukan meremehkan

Saya berusaha

Saya belajar

Saya berkorban

Saya menghargai

Dan saya rasa saya pantas

Apa yang salah dengan kegagalan saya?

Salah kah berharap menang?

Salahkah berpikir saya lebih baik dr yg lain?

Salahkah?

Ya.. semua benar

Ya.. saya memang pantas

Ya..

Tapi bukan sekarang

Apa yang salah dengan kegagalan saya?

Tidak ada.

Kegagalan itu lah kebenaran

Kebenaran yang pahit

Bukan saya tidak pantas

jadi apa yang salah dengan kegagalan saya?

Saya gagal menilai diri saya sendiri

10 Ramadhan 1432 H

10 agustus 2011

tulisan ini dibuat bukan disaat gagal atau penulis merasakan kegagalan !

*Melihat ke bawah untuk bersyukur, melihat ke atas untuk termotivasi

Belajar dan terus belajar

—mendadak menulis—-

 

udah lama gak update web, blm ad inspirasi buat nulis, so, sy copas dr notes sy d FB aj 🙂

smga bermanfaat 🙂